Senin, 11 Februari 2013

Jumat, 04 Mei 2012

BELAJAR KE NEGERI “SEMUT” DALAM UPAYA PEMBANGUNAN STAIN MENUJU IAIN Hingga apabila mereka (Sulaiman as dengan para bala tentaranya), sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut: “hai semut-semut masuklah kamu kesarang-sarang kamu, agar kamu tidak dibinasakan oleh Sulaiman dan balatentaranya, sedangkan mereka tidak menyadarinya (QS. An-Naml (27): 18) Kutipan ayat di atas, memberikan gambaran salah satu sifat semut yang dapat dijadikan dan dapat diambil pelajaran bagi manusia. Karena perintah “membaca’ atau “iqra`” yang diperintahkan pertama kalinya turun wahyu, yaitu membaca ayat-ayat Allah baik yang tersurat maupun yang tersirat, termasuk pelajaran yang ada dari alam semesta, sekalipun dari seekor binatang, semut misalnya. Siapa yang tidak tahu tentang semut, jelas semua orang tahu. Binatang berukuran kecil, berkaki enam, nyukai gula, berjalan merayap dan hidup bermasyarakat (M. Quraish Shihab, 2009: 304). Oleh karenanya jika punya makanan yang manis-manis, jika diletakkan di tempat terbuka, tidak ditutup rapat, akan dikerumuni semut. Binatang ini pernah disebut-sebut dalam al Qur’an, bahkan dijadikan nama sebuah surat dalam al Qur’an yaitu surat an- Naml, artinya semut. Banyak ceritera tentang semut ini. Binatang ini ternyata pernah dituturkan terkait kisah Nabi Sulaiman. Allah swt sering sekali menggunakan berbagai cara untuk mengingatkan dan mengajarkan sesuatu hal kepada manusia. Kali ini ini kita akan belajar dari Semut, hewan kecil yang lemah tetapi Allah menjadikannya teladan untuk kita supaya kita belajar sesuatu hal yang membangun diri yang belajar dari hewan tersebut. Seekor semut yang kecil yang akan mengajarkan kita semua mengenai arti sebuah perjuangan hidup yang tak mengenal waktu dan tak mengenal lelah. Beberapa pelajaran yang patut menjadi renungan bagi orang-orang yang berfikir, dalam rangka meningkatkan kualitas dirinya menjadi yang lebih baik. Pertama, Semut adalah binatang yang rajin dan bertanggung jawab. Seperti ungkapan di atas semut adalah binatang rajin dan bertanggung jawab, itu benar adanya. Coba kita perhatikan dengan seksama, apakah kita pernah melihat seekor semut duduk-duduk santai ? Atau keluar pada jam-jam atau musim – musim tertentu? Semut akan selalu bekerja siang dan malam, baik musim hujan atau pun panas, anda pasti akan melihat seekor semut bekerja, bahkan dimanapun kita berada semut juga ada, artinya semut tidak takut untuk ditempatkan dimanapun, ia akan mengerjakan tugasnya sapai selesai dan penuh tanggung jawab.Berbeda dengan manusia yang sering bermalas-malasan karana berbagai alasan, di bawah ini adalah ciri-ciri seorang pemalas, antara lain; Seorang pemalas adalah seorang yang selalu menunda pekerjaan. Seorang pemalas tidak menyelesaikan apa yang dimulainya. Seorang pemalas akan mencari dan mengikuti jalan yang mudah yang jauh dari pada rintangan. Bagaimana visi dan misi kita dalam membangun IAIN ke depan, apakah budaya “malas” semut akan menjadi budaya kiya, tentu jawabannya tidak. Sehingga dibutuhkan kesadaran semua pihak, untuk memahami dan menjalankan tugas secara bertanggungjawab sesuai dengan wewenang yang ada. Kedua, Semut adalah binatang yang pantang menyerah dan pantang mengeluh, apalagi menyalahkan. Jika anda melihat seekor semut cobalah anda atau kita untuk menghalangi jalannya. dan perhatikan apa yang semut tersebut lakukan! Ia akan mencari jalan lain untuk meneruskan jalannya atau bahkan dia akan memanjat rintangan yang anda buat untuk bisa terus berjalan ke Depan. Semut tidak peduli apapun rintangan yang menghalangi, ia akan berusaha untuk menghadapinya tanpa rasa takut ataupun ragu. Sebab ia fokus pada apa yang menjadi visinya.Tetapi menusia sering kehilangan visi dan menjadi lemah oleh karena persoalan yang menghalangi jalannya. Selain itu, terdapat penjelasan bahwa semut sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran QS. An-Naml ayat 18 di atas, terdapat salah satu potongan kalimat, “sedangkan mereka tidak menyadarinya”. Kalimat ini menggambarkan betapa semut-semut tidak mudah menyalahkan orang lain, termasuk nabi Sulaiman dan bala tentaranya, apabila mereka terijak-ijak, karena disinilah pentingnya usaha pengendalain diri dan sikap pantang menyalahkan orang lain. sejatinya manusia yang bijak, apabila ada bahan masukan untuk suatu perbaikan, maka hendaknya memberikan solution, bukan justru menambah problem. Disisi lain, kalimat tersebut, memberikan gambaran bahwa semut bukanlah binatang yang sibuk mencari-cari kesalahan orang lain, tetapi justru ia selalu sibuk malakukan pembenahan diri atau introspeksi diri serta mengevaluasi diri, dan dijadikan modal untuk menjadi yang lebih baik di masa yang akan datang. Ketiga, Semut bekerja sama dengan baik dalam satu team. Kita sering melihat semut bertabarukan satu sama yang lain, kira-kira apa yang mereka lakukan? Jarang sekalai manusia memperhatikan apa yang sebenarnya mereka lakukan, apa hanya sekedar menyampaikan salam atau bertegur siapa? Sebenarnya apa yang mereka lakukan adalah mereka bertukar informasi tentang sesuatu yang bisa dikerjakan, dalam artian mereka meminta bantuan teman yang lain untuk bekerja sama mengerjakan suatu pekerjaan. Semut bekerja sama dengan baik dengan sesamanya tanpa mengindahkan persoalan-persolan dalam hidup mereka. Semut selalu fokus pada target misi mereka dan bekerja bersama-sama untuk mencapai target tersebut. Semut bukan binatang superior melainkan binatang yang lemah yang memiliki keterbatasan sehingga mereka akan membutuhkan satu dengan yang lain untuk mengerjakan tugas yang berat. Dan mereka akan senantiasa membantu satu dengan yang lain untuk tercapainya keberhasilan bersama dalam mengerjakan visi mereka. Semua spesies semut, yang jumlahnya mencapai kira-kira 8.800 spesies, mencari makanan dan membawanya pulang dengan cara yang berbeda-beda. Dalam spesies-spesies tertentu, semut berburu sendirian dan membawa pulang makanannya masing-masing. Spesies lain berburu berkelompok dan membawa serta menjaga makanannya bersama-sama. Sejalan dengan itu, semua pihak di STAIN Bengkulu, dituntut bekerja secara maksimal sesuai dengan kewenangan yang kita miliki dan kemampuan yang kita sanggupi. Sehingga diharapkan upaya pembangunan disemua aspek menjadi terwujud. Perubahan nama menjadi IAIN adalah penting, tetapi adalah lebih penting untuk mengisi pembangunan sesuai dengan taraf dan nama institusi yang diemban. Keempat, semut binatang yang tidak egois dan tidak rakus. Diceriterakan dalam satu riwayat bahwa semut pernah dipanggil oleh Nabi yang dikenal kaya raya ini. Ketika itu binatang kecil tersebut ditanya, berapa banyak gandum yang dihabiskan pada setiap tahunnya. Semut yang ditanya oleh Nabi Sulaiman menjawab, setahun cukup sebutir saja. Mendengar jawaban itu, Nabi Sulaiman menangkap seekor semut dan segera memasukkannya ke sebuah botol. Bersama seekor semut itu, botol tersebut diisi sebutir gandum, kemudian botol itu ditutup agar semut tidak bisa keluar. Semut dalam botol ini diperkirakan tidak akan mati, karena telah disediakan sebutir gandum, yang kata semut sendiri, cukup untuk menyambung hidup selama setahun. Setelah genap setahun, Nabi Sulaiman ingat eksperimen yang dilakukannya. Botol yang di dalamnya ditaruh seekor semut dan sebutir gandum, lalu dibuka. Benar, ternyata semut masih hidup. Namun yang dianggap aneh oleh Nabi Sulaiman ialah sebutir gandum yang semestinya habis dimakan oleh semut, ternyata masih tersisa separo. Nabi segera menanyakan, mengapa gandumnya tidak habis dan bahkan masih tersisa separo. Bukankah dulu semut pernah menjelaskannya, bahwa setahun akan menghabiskan sebutir gandum. Ketakutan akan dianggap salah oleh Nabi Sulaiman, maka semut segera menjawab. Bahwa dulu ketika menjawab pertanyaan Nabi Sulaiman, ia tidak membayangkan kalau akan dimasukkan ke dalam botol. Sebutir gandum akan habis dimakan kalau ia berada di alam bebas di luar botol. Sebab setiap makan, ia tidak akan pernah menghitung dan terlalu berhati-hati takut kehabisan makanan. Karena begitu gandum habis, Allah tidak pernah lupa memberi kebutuhan berikutnya. Akan tetapi jika sedang berada di dalam botol, maka makanan itu harus dihitung secara saksama agar dalam membangun kebersamaan. Maka jika perilaku semut ini, sebagian saja ditiru oleh manusia, maka tidak akan terjadi kesenjangan yang sedemikian jauh jaraknya antara si kaya dan si miskin sebagaimana yang kita saksikan sehari-hari pada saat ini. Di negeri kita saat ini ada sementara orang yang hidup bergelimang kekayaan, memiliki rumah yang sedemikian mewah, indah dan mahal harganya, sementara lainnya hidup di pinggir-pinggir kali dengan dinding bambu dan seng bekas seadanya. Dalam hal bertawakkal dan kebersamaan dalam hidup ternyata semut lebih pandai daripada makhluk yang dimuliyakan oleh Allah yang disebut manusia ini. Semut makhluk kecil yang selalu dipandang rendah. Bentuk fisik yang kecil, tempatnya yang kotor. Melirik pun kadang kita ogah. Namun pernahkah terlintas dalam benak kita, semut yang buruk pura ini ternyata mempunyai sifat yang selama ini sudah menjadi langka di negeri ini. Terkadang kita merasa kesal jika makan minum kita dikerubutin semut. Tapi kita tidak pernah bisa belajar dari seekor semut. Malah dengan mudahnya kita membunuhnya.Coba kalau kita mau merenung sebentar. Betapa sederhananya makhluk kecil ini. Walaupun kita beri 1 liter gula mereka pun hanya mengambil satu biji. Tidak lebih dan tidak kurang. Bandingkan dengan kita, sudah diberi fasilitas berbagai macam tapi masih tetap mengeluh kekurangan. Bahkan tanpa malu-malu masih mengambil lagi milik orang lain alias korupsi. Mereka pun tidak banyak bicara tapi banyak kerja, bahkan dengan semangat gotong royong tanpa pamrih. Berbeda dengan sikap masyarakat sekarang, semuanya diukur dengan materi. Tidak ada lagi semangat gotong royong. Untuk piket ronda malam saja sudah enggan kalau tidak Kelima, Semut memiliki pembagian tugas yang sempurna. Dalam kehidupannya, semut juga mengenal pembagian tugas yang sangat sempurna. Semut besar memotong-motong makanan dan menjaganya dari hewan-hewan asing, sementara semut kecil membawa pulang makanan. Semut pekerja mengangkat makanan dengan rahangnya dan membawa makanan di depan selagi kembali ke sarang. Kalau bekerja berkelompok, semut dapat membawa potongan makanan yang lebih besar. Mereka mengangkat makanan menggunakan satu atau dua kaki. Pada saat yang sama mereka juga menggigit makanannya dengan rahang terbuka. Semut pekerja menggunakan cara yang berbeda-beda berdasarkan posisi dan arahnya. Semut yang di depan bergerak mundur sambil menyeret makanan. Semut yang di belakang berjalan maju sambil mendorong makanan. Semut yang di samping membantu mengangkat. Dengan cara ini, semut dapat mengangkat makanan beberapa kali lebih berat dari yang bisa dibawa seekor semut. Berdasarkan pengamatan, ditemukan bahwa jika semut bekerja sama, mereka dapat mengangkat beban seberat 5.000 kali berat yang dapat diangkat seekor semut pekerja. Seratus ekor semut dapat membawa seekor cacing besar di atas tanah dan bergerak dengan kecepatan 0,4 cm per detik. Demikian indahnya, Allah menjadikan pelajran melalui semut. Seandainya manusia, dapat memanajemen pembagian tugas dengan baik, serta dapat secara bersama-sama menjalankan program yang telah menjadi komitmen bersama, maka insya Allah semua beban yang berat akan menjadi ringan, beban yang banyak menjadi sedikit, serta beban yang sulit menjadi mudah. Dari beberapa pendidikan yang dapat dipetik dalam upaya pembangunan suatu lembaga, institusi dan apapun namanya, termasuk dalam membangun STAIN Bengkulu menuju IAIN Bengkulu. Kita membutuhkan mereka-mereka yang berjiwa patriot, jujur, kerjasama yang baik, pantang menyerah, bertanggungjawab, serta bahu membahu untuk selalu memberikan yang terbaik bagi kemaslahatan ummat dan kepentingan bersama. Namun demikian, tidak semua sifat semut positif. Karena ada sifat semut yang seharusnya tidak boleh kita miliki. Menurut M. Quraish Shihab, sebagai muslim tidak boleh meniru sifat semut dalam hal menumpukkan atau menimbun hasil usahanya, sehingga terkesan tidak melakukan reproduksi. Kalau berkaitan dengan pengolahan hasil ini, kita harus banyak belajar dari lebah. Salah satu yang dapat dipetik dari lebah adalah lebah menghasilkan madu dan mengandung banyak manfaat, termasuk sebagai obat. Para pakar menyebutkan bahwa dalam madu memiliki kandungan vitamin yang cukup tinggi untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Dengan demikian, seorang muslim hendaknya sejalan dengan sabda Rasul: “sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya”. Bahkan dimanapun seorang muslim berada ia selalu menebar kasih sayang, perdamaian dan kesejukan bagi lingkungannya. Demikianlah, Semoga dapat menjadi i`tibar bagi kita semua. Di banyak ayat Allah menegaskan semua ayat-ayat yang ada di alam semesta ini, merupakan tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya bagi orang-orang berfikir, menggunakan akal, orang-orang yang memperhatikan . Kita berdoa semoga senantiasa belajar melalui berbagai ayat-ayat Allah swt dan mampu mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Wallaahu A`lam. Referensi Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Bandung: Syaamil Cipta Media, 2004. Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur`an Tafsir Maudhui Atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, Cet. VIII, 1998. Shihab, M. Quraish, “Membumikan” Al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992. Shihab, M. Quraish, Dia Ada Di Mana-mana, Jakarta: Lentera Hati, 2009. http://my.opera.com/Maslych/blog http://umum.kompasiana.com/2010/01/30/belajar-dari-semut/ http://harunyahya.com/indo/semut/

belajar ke Negeri semut


BELAJAR KE NEGERI “SEMUT” DALAM UPAYA
PEMBANGUNAN STAIN MENUJU IAIN

OLEH: Wira Hadi Kusuma, M.S.I

Hingga apabila mereka (Sulaiman as dengan para bala tentaranya), sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut: “hai semut-semut masuklah kamu kesarang-sarang kamu, agar kamu tidak dibinasakan oleh Sulaiman dan balatentaranya, sedangkan mereka tidak menyadarinya (QS. An-Naml (27): 18)

Kutipan ayat di atas, memberikan gambaran salah satu sifat semut yang dapat dijadikan dan dapat diambil pelajaran bagi manusia. Karena perintah “membaca’ atau “iqra`” yang diperintahkan pertama kalinya turun wahyu, yaitu  membaca ayat-ayat Allah baik yang tersurat maupun yang tersirat, termasuk pelajaran yang ada dari alam semesta, sekalipun dari seekor binatang, semut misalnya.
Siapa yang tidak tahu tentang semut, jelas semua orang tahu. Binatang berukuran kecil, berkaki enam, nyukai gula, berjalan merayap dan hidup bermasyarakat (M. Quraish Shihab, 2009: 304). Oleh karenanya jika punya makanan yang manis-manis, jika diletakkan di tempat terbuka, tidak ditutup rapat, akan dikerumuni semut. Binatang ini pernah disebut-sebut dalam al Qur’an, bahkan dijadikan nama sebuah surat dalam al Qur’an yaitu surat an- Naml, artinya semut. Banyak ceritera tentang semut ini. Binatang ini ternyata pernah dituturkan terkait kisah Nabi Sulaiman.
Allah swt sering sekali menggunakan berbagai cara untuk mengingatkan dan mengajarkan sesuatu hal kepada manusia. Kali ini ini kita akan belajar dari Semut, hewan kecil yang lemah tetapi Allah menjadikannya teladan untuk kita supaya kita belajar sesuatu hal yang membangun diri yang belajar dari hewan tersebut. Seekor semut yang kecil yang akan mengajarkan kita semua mengenai arti sebuah perjuangan hidup yang tak mengenal waktu dan tak mengenal lelah. Beberapa pelajaran yang patut menjadi renungan bagi orang-orang yang berfikir, dalam rangka meningkatkan kualitas dirinya menjadi yang lebih baik.
Pertama, Semut adalah binatang yang rajin dan bertanggung jawab.
Seperti ungkapan di atas semut adalah binatang rajin dan bertanggung jawab, itu benar adanya. Coba kita perhatikan dengan seksama, apakah kita pernah melihat seekor semut duduk-duduk santai ? Atau keluar pada jam-jam atau musim – musim tertentu? Semut akan selalu bekerja siang dan malam, baik musim hujan atau pun panas, anda pasti akan melihat seekor semut bekerja, bahkan dimanapun kita berada semut juga ada, artinya semut tidak takut untuk ditempatkan dimanapun, ia akan mengerjakan tugasnya sapai selesai dan penuh tanggung jawab.Berbeda dengan manusia yang sering bermalas-malasan karana berbagai alasan, di bawah ini adalah ciri-ciri seorang pemalas, antara lain; Seorang pemalas adalah seorang yang selalu menunda pekerjaan. Seorang pemalas tidak menyelesaikan apa yang dimulainya. Seorang pemalas akan mencari dan mengikuti jalan yang mudah yang jauh dari pada rintangan. Bagaimana visi dan misi kita dalam membangun IAIN ke depan, apakah budaya “malas” semut akan menjadi budaya kiya, tentu jawabannya tidak. Sehingga dibutuhkan kesadaran semua pihak, untuk memahami dan menjalankan tugas secara bertanggungjawab sesuai dengan wewenang yang ada.
Kedua, Semut adalah binatang yang pantang menyerah dan pantang  mengeluh, apalagi menyalahkan.
Jika anda melihat seekor semut cobalah anda atau kita untuk menghalangi jalannya. dan perhatikan apa yang semut tersebut lakukan! Ia akan mencari jalan lain untuk meneruskan jalannya atau bahkan dia akan memanjat rintangan yang anda buat untuk bisa terus berjalan ke Depan. Semut tidak peduli apapun rintangan yang menghalangi, ia akan berusaha untuk menghadapinya tanpa rasa takut ataupun ragu. Sebab ia fokus pada apa yang menjadi visinya.Tetapi menusia sering kehilangan visi dan menjadi lemah oleh karena persoalan yang menghalangi jalannya. Selain itu, terdapat  penjelasan bahwa semut   sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran QS. An-Naml ayat 18 di atas, terdapat salah satu potongan kalimat, “sedangkan mereka tidak menyadarinya”. Kalimat ini menggambarkan betapa semut-semut tidak mudah menyalahkan orang lain, termasuk nabi Sulaiman dan bala tentaranya, apabila mereka terijak-ijak, karena disinilah pentingnya usaha pengendalain diri dan sikap pantang menyalahkan orang lain. sejatinya manusia yang bijak, apabila ada bahan masukan untuk suatu perbaikan, maka hendaknya memberikan solution, bukan justru menambah problem. Disisi lain, kalimat tersebut, memberikan gambaran bahwa semut bukanlah binatang yang sibuk mencari-cari kesalahan orang lain, tetapi justru ia selalu sibuk malakukan pembenahan diri atau introspeksi diri serta mengevaluasi diri, dan dijadikan modal untuk menjadi yang lebih baik di masa yang akan datang.
Ketiga, Semut bekerja sama dengan baik dalam satu team.
Kita sering melihat semut bertabarukan satu sama yang lain, kira-kira apa yang mereka lakukan? Jarang sekalai manusia memperhatikan apa yang sebenarnya mereka lakukan, apa hanya sekedar menyampaikan salam atau bertegur siapa? Sebenarnya apa yang mereka lakukan adalah mereka bertukar informasi tentang sesuatu yang bisa dikerjakan, dalam artian mereka meminta bantuan teman yang lain untuk bekerja sama mengerjakan suatu pekerjaan. Semut bekerja sama dengan baik dengan sesamanya tanpa mengindahkan persoalan-persolan  dalam hidup mereka. Semut selalu fokus pada target misi mereka dan bekerja bersama-sama untuk mencapai target tersebut. Semut bukan binatang superior melainkan binatang yang lemah yang memiliki keterbatasan sehingga mereka akan membutuhkan satu dengan yang lain untuk mengerjakan tugas yang berat. Dan mereka akan senantiasa membantu satu dengan yang lain untuk tercapainya keberhasilan bersama dalam mengerjakan visi mereka.  
Semua spesies semut, yang jumlahnya mencapai kira-kira 8.800 spesies, mencari makanan dan membawanya pulang dengan cara yang berbeda-beda. Dalam spesies-spesies tertentu, semut berburu sendirian dan membawa pulang makanannya masing-masing. Spesies lain berburu berkelompok dan membawa serta menjaga makanannya bersama-sama. Sejalan dengan itu, semua pihak di STAIN Bengkulu, dituntut bekerja secara maksimal sesuai dengan kewenangan yang kita miliki dan kemampuan yang kita sanggupi. Sehingga diharapkan upaya pembangunan disemua aspek menjadi terwujud. Perubahan nama menjadi IAIN adalah penting, tetapi adalah lebih penting untuk mengisi pembangunan sesuai dengan taraf dan nama institusi yang diemban.
Keempat, semut binatang yang tidak egois dan tidak rakus.
Diceriterakan dalam satu riwayat bahwa semut pernah dipanggil oleh Nabi yang dikenal kaya raya ini. Ketika itu binatang kecil tersebut ditanya, berapa banyak gandum yang dihabiskan pada setiap tahunnya. Semut yang ditanya oleh Nabi Sulaiman menjawab, setahun cukup sebutir saja. Mendengar jawaban itu, Nabi Sulaiman menangkap seekor semut dan segera memasukkannya ke sebuah botol. Bersama seekor semut itu, botol tersebut diisi sebutir gandum, kemudian botol itu ditutup agar semut tidak bisa keluar.
 Semut dalam botol ini diperkirakan tidak akan mati, karena telah disediakan sebutir gandum, yang kata semut sendiri, cukup untuk menyambung hidup selama setahun. Setelah genap setahun, Nabi Sulaiman  ingat eksperimen yang dilakukannya. Botol yang di dalamnya ditaruh seekor semut dan sebutir gandum, lalu dibuka. Benar, ternyata semut masih hidup. Namun yang dianggap aneh oleh Nabi Sulaiman ialah sebutir gandum yang semestinya habis dimakan oleh semut, ternyata masih tersisa separo. Nabi segera menanyakan, mengapa gandumnya tidak habis dan bahkan masih tersisa separo. Bukankah dulu semut pernah menjelaskannya, bahwa setahun akan menghabiskan sebutir gandum. Ketakutan akan dianggap salah oleh Nabi Sulaiman, maka semut segera menjawab. Bahwa dulu ketika menjawab pertanyaan Nabi Sulaiman, ia tidak membayangkan kalau akan dimasukkan ke dalam botol. Sebutir gandum akan habis dimakan kalau ia berada di alam bebas di luar botol. Sebab setiap makan, ia tidak akan pernah menghitung dan terlalu berhati-hati takut kehabisan makanan. Karena begitu gandum habis, Allah tidak pernah lupa memberi kebutuhan berikutnya. Akan tetapi jika sedang berada di dalam botol, maka makanan itu harus dihitung secara saksama agar dalam membangun kebersamaan. Maka jika perilaku semut ini, sebagian saja ditiru oleh manusia, maka tidak akan terjadi kesenjangan yang sedemikian jauh jaraknya antara si kaya dan si miskin sebagaimana yang kita saksikan sehari-hari pada saat ini. Di negeri kita saat ini ada sementara orang yang hidup bergelimang kekayaan, memiliki rumah yang sedemikian mewah, indah dan mahal harganya, sementara lainnya hidup di pinggir-pinggir kali dengan dinding bambu dan seng bekas seadanya. Dalam hal bertawakkal dan kebersamaan dalam hidup ternyata semut lebih pandai daripada makhluk yang dimuliyakan oleh Allah yang disebut manusia ini.
Semut makhluk kecil yang selalu dipandang rendah. Bentuk fisik yang kecil, tempatnya yang kotor. Melirik pun kadang kita ogah. Namun pernahkah terlintas dalam benak kita, semut yang buruk pura ini ternyata mempunyai sifat yang selama ini sudah menjadi langka di negeri ini.  Terkadang kita merasa kesal jika makan minum kita dikerubutin semut. Tapi kita tidak pernah bisa belajar dari seekor semut. Malah dengan mudahnya kita membunuhnya.Coba kalau kita mau merenung sebentar. Betapa sederhananya makhluk kecil ini. Walaupun kita beri 1 liter gula mereka pun hanya mengambil satu biji. Tidak lebih dan tidak kurang. Bandingkan dengan kita, sudah diberi fasilitas berbagai macam tapi masih tetap mengeluh kekurangan. Bahkan tanpa malu-malu masih mengambil lagi milik orang lain alias korupsi. Mereka pun tidak banyak bicara tapi banyak kerja, bahkan dengan semangat gotong royong tanpa pamrih. Berbeda dengan sikap masyarakat sekarang, semuanya diukur dengan materi. Tidak ada lagi semangat gotong royong. Untuk piket ronda malam saja sudah enggan kalau tidak
Kelima, Semut memiliki pembagian tugas yang sempurna. 
Dalam kehidupannya, semut juga mengenal pembagian tugas yang sangat sempurna. Semut besar memotong-motong makanan dan menjaganya dari hewan-hewan asing, sementara semut kecil membawa pulang makanan. Semut pekerja mengangkat makanan dengan rahangnya dan membawa makanan di depan selagi kembali ke sarang. Kalau bekerja berkelompok, semut dapat membawa potongan makanan yang lebih besar. Mereka mengangkat makanan menggunakan satu atau dua kaki. Pada saat yang sama mereka juga menggigit makanannya dengan rahang terbuka. Semut pekerja menggunakan cara yang berbeda-beda berdasarkan posisi dan arahnya. Semut yang di depan bergerak mundur sambil menyeret makanan. Semut yang di belakang berjalan maju sambil mendorong makanan. Semut yang di samping membantu mengangkat. Dengan cara ini, semut dapat mengangkat makanan beberapa kali lebih berat dari yang bisa dibawa seekor semut. Berdasarkan pengamatan, ditemukan bahwa jika semut bekerja sama, mereka dapat mengangkat beban seberat 5.000 kali berat yang dapat diangkat seekor semut pekerja. Seratus ekor semut dapat membawa seekor cacing besar di atas tanah dan bergerak dengan kecepatan 0,4 cm per detik. Demikian indahnya, Allah menjadikan pelajran melalui semut. Seandainya manusia, dapat memanajemen pembagian tugas dengan baik, serta dapat secara bersama-sama menjalankan program yang telah menjadi komitmen bersama, maka insya Allah semua beban yang berat akan menjadi ringan, beban yang banyak menjadi sedikit, serta beban yang sulit menjadi mudah.
Dari beberapa pendidikan yang dapat dipetik dalam upaya pembangunan suatu lembaga, institusi dan apapun namanya, termasuk dalam membangun STAIN Bengkulu menuju IAIN Bengkulu. Kita membutuhkan mereka-mereka yang berjiwa patriot, jujur, kerjasama yang baik, pantang menyerah, bertanggungjawab, serta bahu membahu untuk selalu memberikan yang terbaik bagi kemaslahatan ummat dan kepentingan bersama. Namun demikian, tidak semua sifat semut positif. Karena ada sifat semut yang seharusnya tidak boleh kita miliki. Menurut M. Quraish Shihab, sebagai muslim tidak boleh meniru sifat semut dalam hal menumpukkan atau menimbun hasil usahanya, sehingga terkesan tidak melakukan reproduksi. Kalau berkaitan dengan pengolahan hasil ini, kita harus banyak belajar dari lebah. Salah satu yang dapat dipetik dari lebah adalah lebah menghasilkan madu dan mengandung banyak manfaat, termasuk sebagai obat. Para pakar menyebutkan bahwa dalam madu memiliki kandungan vitamin yang cukup tinggi untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Dengan demikian, seorang muslim hendaknya sejalan dengan sabda Rasul: “sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya”. Bahkan dimanapun seorang muslim berada ia selalu menebar kasih sayang, perdamaian dan kesejukan bagi lingkungannya.
Demikianlah,  Semoga dapat menjadi i`tibar bagi kita semua. Di banyak  ayat Allah menegaskan semua ayat-ayat yang ada di alam semesta ini, merupakan tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya bagi orang-orang berfikir, menggunakan akal, orang-orang yang memperhatikan . Kita berdoa semoga senantiasa belajar melalui berbagai ayat-ayat Allah swt dan mampu mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Wallaahu A`lam.

Referensi
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Bandung: Syaamil Cipta Media, 2004. 

Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur`an Tafsir Maudhui Atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan,  Cet. VIII, 1998.

Shihab, M. Quraish, “Membumikan” Al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992.

Shihab, M. Quraish, Dia Ada Di Mana-mana, Jakarta: Lentera Hati, 2009.

 

http://harunyahya.com/indo/semut/






Jumat, 24 Februari 2012

Proposal penelitian


Proposal Penelitian Kelompok
  
TEOLOGI KENABIAN JEMAAT AHMADIYAH DI INDONESIA
Studi terhadap Penafsiran ayat-ayat Kenabian Tafsir Saghir



 

Tim Peneliti:
1.      Prof. Dr. H. Rohimin, M. Ag
2.      Ridho Syabibi, M. Ag
3.      Wira Hadikusuma, M. Si


TEOLOGI KENABIAN JEMAAT AHMADIYAH DI INDONESIA
Studi terhadap Penafsiran ayat-ayat Kenabian
Tafsir Saghir

A.      PENDAHULUAN
Islam di bawa Muhammad saw. kepada manusia dengan misi untuk menyelamatkan kehidupan manusia itu sendiri, baik di dunia maupun di akhirat. Untuk mencapai tujuan tersebut, Islam dilengkapi dengan doktrin teologis yang menjadi standar keyakinan bagi pemeluknya. Islam juga memiliki aturan tentang sistem perilaku sosial antara sesama manusia dan lingkungannya yang biasa disebut dengan fikih. Islam juga memiliki sistem etika yang menjelaskan persoalan norma etis interaksi antar manusia, lingkungan dan Tuhan.
Pasca mangkatnya Muhammad saw, umat Islam kemudian dihadapkan pada problem dimana sosok yang menjadi tempat bertanya, berguru dan berislam telah wafat, sedang di satu sisi problematika kehidupan terus berkembang dan memerlukan solusi. Tema ketauhidan dan politik kenegaraan (khilafah) kemudian muncul ke permukaan menjadi bahan perdebatan. Muncullah beberapa kelompok atau sekte dalam Islam yang berupaya memberikan penjelasan tentang persoalan doktrinal dan khilafah tersebut. Lahirlah kelompok seperti Jabariyah, Qodariyah, Murjiah, Syiah Muktazilah, Khawarij serta sekte-sekte lain yang kemudian mengisi khazanah peradaban Islam klasik.
Ahmadiyah adalah sebagai sebuah gerakan keagamaan yang lahir di India pada akhir abad ke-19 dengan latar belakang kemunduran umat Islam di India di bidang politik, ekonomi, sosial dan bidang kehidupan lainnya, terutama setelah pecahnya revolusi India tahun 1857 yang berakhir dengan kemenangan Inggris yang terpenting di Asia.[1] Gerakan Ahmadiyah menekankan aspek-aspek idiologis-eskatologis karena gerakan ini bersifat mahdistik dengan keyakinan bahwa al-Mahdi dipandang sebagai "hakim pengislah" atau "juru damai". Menurut keyakinannya, al-Mahdi mempunyai tugas untuk mempersatukan kembali perpecahan umat Islam baik di bidang akidah maupun syariah. Ahmadiyah berharap agar umat Islam bersatu seperti pada zaman Nabi Muhammad Saw, dan lebih dari itu, al-Mahdi juga diyakini bertujuan mempersatukan kembali semua agama, terutama agama Nasrani dan Hindu, agar melebur ke dalam Islam.[2]
Perkembangan Ahmadiyah di Indonesia cukup pesat, sehingga dapat memicu berbagai persoalan. Salah satu faham kontroversial Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang berkembang dalam masyarakat adalah faham kenabian.[3] Masyarakat beranggapan bahwa Jamaat Ahmadiyah Indonesia mengaku bahwa masih ada nabi sesudah nabi Muhammad saw., sebagai khataman nubuwat dan paham ini menurut mereka Ahmadiyah dianggap sebagai organisasi keagamaan yang sesat dan menyesatkan agama Islam. Paham yang dikembangkan jemaat Ahmadiyah merupakan pelecehan, penodaan, penghinaan terhadap Islam, itulah sebabnya ditengah-tengah masyarakat berkembang  pula paham bahwa darah Ahmadiyah itu halal dan wajib hukumnya menolak ajaran Ahmadiyah, kapanpun dan dimanapun mereka dianggap murtad.
Paham kenabian Jemaat Ahmadiyah ini tidak berdiri sendiri dan lepas dari pemamahan mereka terhadap ayat-ayat kenabian yang ada di dalam kitab suci Al-Quran. Karena Ahmadiyah bukan agama baru dan mereka tetap menjadikan ayat Al-Quran sebagai sumber keagamaan dan paham keagamaan yang mereka kembangkan. Selain hadits Rasulullah saw., jamaat Ahmadiyah mendirikan organisasi keagamaan ini dengan maksud dan sebab tertentu dan mereka punya kepercayaan tentang khataman nubuwat, malaikat, keselamatan (najat), hadits, takhali dan jihad. Semua paham dan kepercayaan ini didasari dengan ayat-ayat Al-Quran dan hadits Rasulullah saw.
Untuk melihat pemahaman khataman nubuwat yang sangat kontroversial tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang teologi kenabian jemaat Ahmadiyah di Indonesia dengan obyek penelitian pemahaman Jemaat Ahmadiyah (JAI) terhadap ayat-ayat kenabian yang ditafsirkan dalam tafsir Saghir karya Hazrat Mirza Ahmad Khalifatul Masih II. Melalui penelitian ini diharapkan dapat ditelusuri akar pemahaman Jemaat Ahmadiyah Indonesia terhadap ajaran khataman nubuwat yang telah memicu pertentangn yang berimplikasi terhadap kemunculan Ahmadiyah sebagai organisasi keagamaan.
B.       SIGNIFIKASI PENELITIAN
Jemaat Ahmadiyah Indonesia, baik jemaat Ahmadiyah Qodyan maupun Lahore tumbuh dan berkembang secara dinamis. Organisasi keagamaan ini atau sekte agama ini sudah tersebar di belahan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka eksis dan terus memperluas wilayah dakwah keagamaan yang telah menjadi paham-paham keagamaan mereka, bahkan mereka sangat kaya dengan literatur keagamaan. Hubungan mereka secara Internasional dengan negara-negara tempat tumbuh dan berkembangnya ajaran Ahmadiyah sangat baik dan maju. Jaringan komunikasi dakwah yang mereka kembangkan sangat laris dan mutakhir, jemaat ini telah mampu menunjukkan kebesaran organisasi mereka.
Di Indonesia jemaat Ahmadiyah dituduh sebagai jemaat yang sesat-menyesatkan, mereka dituduh melakukan penodaan terhadap ajaran agama Islam dan melakukan pendangkalan aqidah serta menghancurkan syariat Islam, bahkan oleh sebagian mereka dianggap murtad dan dan halal darahnya. Salah satu paham keagamaan kontroversial jemaat Ahmadiyah Indonesia yang menimbulkan kemarahan dan kebencian masyarakat dan diklaim sebagai jemaat yang sesat dan menyesatkan adalah paham tentang teologi kenabian, yaitu persoalan khataman nubuwat, masih ada nabi sesudah nabi Muhammad saw.. Orang-orang Ahmadiyah dianggap masih mempercayai Mirza Ghulam Ahmad yang masih menerima wahyu dan akhir namanya selalu ada sebutan a.s. (alaihi as-salam). Paham ini dianggap bertentangan dengan aqidah Islam yang meyakini bahwa nabi terakhir adalah nabi Muhammad saw. dan Muhammad merupakan nabi penutup (khataman al-nabiyyiin), tidak ada lagi nabi sesudah nabi Muhammad.
C.    TELAAH PUSTAKA
Jemaat Ahmadiyah sejak berdirinya (1889) dalam skala Internasional telah berkembang pesat di beberapa negara. Jemaat ini telah menunjukkan eksistensi dirinya sebagai sebuah organisasi yang kuat dan mapan. Baik manajemen organisasi, maupun pendanaan. Dalam dakwah dan penyiaran agama mereka telah memiliki Moslem Television Ahmadiyah Internasional (MTAI) yang berpusat di London.
Jemaat Ahmadiyah kaya akan literatur keagamaan dan penelitian. Para Mubaligh  Ahmadiyah dalam penyebaran dakwahnya selalu diikuti dengan penulisan buku-buku yang terkait dengan pemahaman-pemahaman keagamaan yang dikembangkan dalam jemaat Ahmadiyah, buku-buku terbitan dalam bahasa Arab, Inggris, India, dan bahasa-bahasa asing lainnya oleh jemaat Ahmadiyah Indonesia diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
Masalah teologi kenabian jemaat Ahmadiyah di Indonesia telah banyak ditulis oleh kalangan jemaat Ahmadiyah sendiri. Sampai saat ini penulis belum menemukan penelitian dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan masalah teologi kenabian yang dilakukan dan ditulis oleh penulis dari luar Ahmadiyah. Budi Munawwar Rahman, sebagai seorang staf redaksi dalam Ulumul Qur’an No. 4 Vol. 1. 1990/1410 H. sekelumit menulis pada kolom tulisan Djohan Efendi, Ahmadiyah Qodiyah di Desa Maniz Los dengan judul tentang teologi kenabian. Tulisan suplemen ini hanya menggambarkan tentang konsep khataman al-nabiyyin (penutup para nabi) sebagai sebuah konsep yang memang bisa ditafsirkan dalam berbagai cara, belum terfokus pada pemahaman, masih ada nabi sesudah nabi Muhammad sebagai khataman al-nabiyyin.
Secara singkat juga ditulis oleh Iskandar Zulkarnain, “Gerakan Ahmadiyah di Indonesia”. Dalam buku ini dijelaskan bahwa kelompok Qadiyan memiliki tiga klasifikasi tentang konsep nubuwwah ini, yaitu: (1) Nabi Shahib al-Syariah wa Mustaqil. Nabi shahib al-syariah adalah nabi yang membawa risalat kenabian beserta syariat untuk umat manusia secara umum, sedangkan nabi mustaqil adalah nabi yang membawa aturan syariah yang tidak disamakan dengan nabi generasi sebelumnya. Contoh nabi dalam kelompok ini adalah seperti Musa as dan Muhammad saw; (2) Nabi Mustaqil Ghairu al-Tasyri, yaitu nabi yang menerimawahyu dari Tuhan, namun tidak membawa syariat baru. Nabi golongan ini hanya bertugas meneruskan syariat yang telah disampaikan oleh nabi sebelumnya. Contoh nabi di kelompok ini adalah seperti nabi Harun as, Daud as, Sulaiman as, Yahya, as, Zakaria as, dan Isa as; (3) Nabi Zhilli Ghair al-Tasyri, yaitu nabi yang mendapat anugerah dari Tuhan semata-mata karena mematuhi nabi sebelumnya dan juga mematuhi syariatnya. Ia juga tidak mendapatkan mandate berupa syariat baru, akan tetapi ia hanya meneruskan syariat sebelumnya. Nabi seperti kategori ini hanya muncul dari umat Muhammad saw, bukan dari kelompok sebelumnya. Ghulam Ahmad diklaim oleh kelompok Qadiyan sebagai nabi dalam kategori Zhilli Ghair al-Tasyri’.[4]
Dari telaah pustaka tersebut di atas, dapat diketahui bahwa belum ada penelitian secara khusus tentang masalah teologi kenabian jemaat Ahmadiyah di Indonesia terutama penelitian yang difokuskan pada penafsiran ayat-ayat kenabian yang belum ada di dalam kitab suci Al-Qur’an yang ditafsirkan oleh jemaat Ahmadiyah Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian sehingga diketahui bagaimana jemaat Ahmadiyah menafsirkan ayat-ayat tentang kenabian yang dimaksud dan secara akademik bagaimana mereka mendasari penafsiran tersebut. Sebab pemahaman teologi kenabian jemaat Ahmadiyah tidak lepas dari akar pemahaman terhadap ayat-ayat kenabian yang ada di dalam kitab suci Al-Qur’an. Apa yang melatarbelakangi penafsiran sehingga muncul pemahaman masih ada nabi sesudah nabi Muhammad saw. sebagai khataman al-nabiyyin.
D.    FOKUS PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan terfokus pada teologi kenabian jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dengan objek penelitian penafsiran-penafsiran Ahmadiyah terhadap ayat-ayat kenabian yang ada di dalam kitab suci Al-Qur’an. Penafsiran-penafsiran tersebut difokuskan pada penafsiran yang ada di dalam kitab Tafsir Saghir karya Hazrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a Khalifatul Masih II. Kitab tafsir ini di Indonesia diterbitkan dalam edisi bahasa Indonesia dengan judul AL-QUR’AN TERJEMAHAN DAN TAFSIR SINGKAT. Namun penerbitan yang dilakukan oleh jemaat Ahmadiyah Indonesia ini tidak hanya diterjemahkan dari tafsir saghir saja, tetapi diambil sebagian dari THE HOLY QUR’AN WITH ENGLISH TRANSLATION AND COMMENTARY, suntingan Malik Ghulam Farid.
Dengan fokus penelitian tersebut diharapkan penelitian ini dapat menelusuri akar pemahaman kenabian yang dipahami oleh jemaat Ahmadiyah Indonesia. Pada kenyataannya jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam memahami dan mempertahankan teologi kenabian selalu merujuk dan berargumentasi dengan ayat-ayat kenabian yang ada di dalam kitab Al-Qur’an.
Namun demikian, karena wacana teologi kenabian Ahmadiyah sudah berkembang pesat dan sudah menjadi wacana publik, penelitian ini tidak mengabaikan pengaruh faktor-faktor lain yang terkait dengan kenabian Ahmadiyah tersebut di sisi lain diasumsikan juga pemahaman-pemahaman terhadap hadits-hadits nabi tentang kenabian dan pemikiran-pemikiran tentang kenabian yang dikembangkan oleh jemaat Ahmadiyah Indonesia.
E.     TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini penting dilakukan, karena masyarakat masih apriory terhadap Ahmadiyah sebagai organisasi keagamaan. Keberadaan mereka diberbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mendapat resistensi dari masyarakat. Mereka dijauhi, bahkan ditolak dan dimusuhi. Permusuhan terhadap Ahmadiyah bahkan cenderung berutal dan anarkis, karena mereka sudah dianggap murtad. Kasus 15 Juli 2005 di kampus Al-mabrus Depok mengindikasikan kenyataan tersebut. Bahkan wacana, kritikan, dan nuansa permusuhan bermunculan di media cetak maupun elektronik.
Sikap apriory masyarakat terhadap Ahmadiyah fokus pada paham kontroversial kenabian (khataman nubuwat), pemahaman masih ada nabi sesudah nabi Muhammad saw.. Namun lebih jauh di masyarakat belum mengetahui bagaimana pemahaman kenabian itu dan bagaimana mereka memahami ayat-ayat kenabian di dalam kitab suci Al-Qur’an, atas dasar ini maka penelitian ini bertujuan:
1.    Untuk mengetahui bagaimana pemahaman kenabian menurut jemaat Ahmadiyah Indonesia
2.    Untuk mengetahui bagaimana jemaat Ahmadiyah memahami ayat-ayat kenabian dalam Al-Qur’an yang tertuang dalam kitab Tafsir al Saghir.
Adapun manfaat penelitian yang diinginkan adalah:
1.    Untuk menjelaskan secara teoritis proses penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengan khataman al-nabiyyin dikalangan jemaat Ahmadiyah.
2.    Untuk menambah wawasan keilmuan tentang Ahmadiyah dalam memahami dan menyebarkan paham-paham kenabian.
3.    Untuk memperkaya khazanah keilmuan tentang Ahmadiyah sebagai sebuah organisasi keagamaan dalam memahami agama.
F.     METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan pustaka (library research) dengan fokus utamanya kitab tafsir al-saghir karya salah seorang khalifah jemaat Ahmadiyah Hazrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a. Khalifatul Masih II yang terdiri dari tiga jilid. Ayat-ayat yang akan diteliti ialah ayat-ayat tentang kenabian terutama ayat-ayat yang membicarakan masalah khataman nabiyyin. Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang dianggap sebagai nabi yang tidak membawa syariat dan menerima wahyu dari Allah swt..
Untuk meneliti penafsiran ayat-ayat tentang kenabian dalam tafsir     al-saghir tersebut metode yang digunakan adalah metode tematis (maudhu’i) dengan pendekatan teologis. Metode dan pendekatan ini dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk mengetahui metode, aliran, dan corak tafsir            al-saghir, jemaat Ahmadiyah, yang menganggap Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai nabi yang tidak membawa syariat dan menerima wahyu dari Allah. Terhadap penafsiran ayat-ayat yang diberikan terhadap ayat-ayat kenabian dianggap sebagai legitimasi terhadap doktrin teologi kenabian jemaat Ahmadiyah.
Right Arrow: Pengakuan Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai pemnerima wahyu dan nabi (1835-1908)Secara skematis gambaran penafsiran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:


Oval: Tafsir Al-Saghir Mirza Basyiruddin Ahmad Mahmud (1889-1965)
 





Sebagaimana diketahui, bahwa Mirza Ghulam Ahmad a.s. tidak pernah menulis buku tafsir. Penafsiran ayat-ayat kenabian yang ditafsirkan oleh Mirza Basyiruddin yang berkaitan dengan khataman nabiyyin untuk melegitimasi pengakuan orang tuanya sebagai seorang nabi dan mempertahankan doktrin kenabian yang akan dikembangkan dalam jemaat Ahmadiyah. Untuk mendalami penelitian ini, selain terfokus pada kitab tafsir al-saghir digunakan juga pendekatan historis, karena Ahmadiyah sebagai organisasi keagamaan dan sekte agama muncul dan telah berkembang dalam rentangan waktu dan berada di dalam wilayah Dunia. Untuk itu penelitian ini juga ditelusuri melalui literatur-literatur rujukan Ahmadiyah yang berkembang di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan masalah kenabian.

  G.    DAFTAR RUJUKAN
Fokus penelitian ini adalah teologi kenabian jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dengan objek penelitian penafsiran dan pemahaman ayat-ayat kenabian dalam tafsir al-saghir karya Mirza Ghulam Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a. Khalifatul Masih II. Maka disamping buku tafsir tersebut digunakan juga literatur-literatur yang terkait dengan masalah-masalah penelitian, antara lain:
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Apakah Ahmadiyah itu?, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1996
Muhammad Sadiq, H.A. Analisa tentang Khataman Nabiyyin, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1999
M. Ahmad Nuruddin, Masalah-masalah Kenabian, jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1999
H.M. Ahmad Chechma, H.A. Sy., Khilafat telah Berdiri I, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2004
Mirza Ghulam Ahmad a.s., Filsafat Ajaran Islam, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2001
Nu-ud-Din, Ahmadi Muslim, PB. Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1989
            , Nasehat Imam Mahdi dan Masih Mahmud a.s., Mengenai Bai’at, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1999
Panitiaan peringatan seabad gerhana bulan dan gerhana matahari, Souvenir Peringatan Seabad Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1994
Keinginan jemaat Ahmadiyah Indonesia, Penjelasan Jemaat Ahmadiyah di Indonesia, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2001
            , Al-Masih di Hindustan, Ahli Sunnah Menjawab Ahmadiyah dalam Masalah Kenabian, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2001
Fauzy said Thaa, Ahmadiyah dalam Persoalan Al-Ma’arif, Bandung 1981
K.M.A. Nazaruddin, Imam Mahdi dalam Al-Qur’an dan Injil, Bintang Tsurrayya, Bogor, 1994
Zulkarnain, Iskandar, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, LkiS, Yogyakarta, 2005
Ahmad Cheema, Mahmud, Tiga Masalah Penting, Jemaat Ahmadiyah Indonesia Hajaruddin, Bogor, 2004
Nuruddin, Ahmad, Masalah Kenabian, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1998
Rahmat, Ali, Beberapa Segi Masyarakat Islam, Yayasan Wisma Damai, 1999

 

[1]Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia (Yogyakarta: LKiS, 2005), hlm. 1.
[2]Azumardi Azra, "Pengantar" dalam Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia (Yogyakarta: LKiS, 2005), hlm. X
[3] Paham ini menjadi masalah dan cukup memicu protes masyarakat dan klimaksnya pada hari jumat tanggal 10 Juli 2005 yang alu terjadi peperangan dan pengrusakan dengan cara anarkis terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang sedang menggelar perhelatan dan acara pertemuan tahunan dan silaturrahmi di kampus Al-Mubarak Permai, Bogor, Jawa Barat.
[4] Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2005), hlm. 102-104