Jumat, 24 Februari 2012

Proposal penelitian


Proposal Penelitian Kelompok
  
TEOLOGI KENABIAN JEMAAT AHMADIYAH DI INDONESIA
Studi terhadap Penafsiran ayat-ayat Kenabian Tafsir Saghir



 

Tim Peneliti:
1.      Prof. Dr. H. Rohimin, M. Ag
2.      Ridho Syabibi, M. Ag
3.      Wira Hadikusuma, M. Si


TEOLOGI KENABIAN JEMAAT AHMADIYAH DI INDONESIA
Studi terhadap Penafsiran ayat-ayat Kenabian
Tafsir Saghir

A.      PENDAHULUAN
Islam di bawa Muhammad saw. kepada manusia dengan misi untuk menyelamatkan kehidupan manusia itu sendiri, baik di dunia maupun di akhirat. Untuk mencapai tujuan tersebut, Islam dilengkapi dengan doktrin teologis yang menjadi standar keyakinan bagi pemeluknya. Islam juga memiliki aturan tentang sistem perilaku sosial antara sesama manusia dan lingkungannya yang biasa disebut dengan fikih. Islam juga memiliki sistem etika yang menjelaskan persoalan norma etis interaksi antar manusia, lingkungan dan Tuhan.
Pasca mangkatnya Muhammad saw, umat Islam kemudian dihadapkan pada problem dimana sosok yang menjadi tempat bertanya, berguru dan berislam telah wafat, sedang di satu sisi problematika kehidupan terus berkembang dan memerlukan solusi. Tema ketauhidan dan politik kenegaraan (khilafah) kemudian muncul ke permukaan menjadi bahan perdebatan. Muncullah beberapa kelompok atau sekte dalam Islam yang berupaya memberikan penjelasan tentang persoalan doktrinal dan khilafah tersebut. Lahirlah kelompok seperti Jabariyah, Qodariyah, Murjiah, Syiah Muktazilah, Khawarij serta sekte-sekte lain yang kemudian mengisi khazanah peradaban Islam klasik.
Ahmadiyah adalah sebagai sebuah gerakan keagamaan yang lahir di India pada akhir abad ke-19 dengan latar belakang kemunduran umat Islam di India di bidang politik, ekonomi, sosial dan bidang kehidupan lainnya, terutama setelah pecahnya revolusi India tahun 1857 yang berakhir dengan kemenangan Inggris yang terpenting di Asia.[1] Gerakan Ahmadiyah menekankan aspek-aspek idiologis-eskatologis karena gerakan ini bersifat mahdistik dengan keyakinan bahwa al-Mahdi dipandang sebagai "hakim pengislah" atau "juru damai". Menurut keyakinannya, al-Mahdi mempunyai tugas untuk mempersatukan kembali perpecahan umat Islam baik di bidang akidah maupun syariah. Ahmadiyah berharap agar umat Islam bersatu seperti pada zaman Nabi Muhammad Saw, dan lebih dari itu, al-Mahdi juga diyakini bertujuan mempersatukan kembali semua agama, terutama agama Nasrani dan Hindu, agar melebur ke dalam Islam.[2]
Perkembangan Ahmadiyah di Indonesia cukup pesat, sehingga dapat memicu berbagai persoalan. Salah satu faham kontroversial Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang berkembang dalam masyarakat adalah faham kenabian.[3] Masyarakat beranggapan bahwa Jamaat Ahmadiyah Indonesia mengaku bahwa masih ada nabi sesudah nabi Muhammad saw., sebagai khataman nubuwat dan paham ini menurut mereka Ahmadiyah dianggap sebagai organisasi keagamaan yang sesat dan menyesatkan agama Islam. Paham yang dikembangkan jemaat Ahmadiyah merupakan pelecehan, penodaan, penghinaan terhadap Islam, itulah sebabnya ditengah-tengah masyarakat berkembang  pula paham bahwa darah Ahmadiyah itu halal dan wajib hukumnya menolak ajaran Ahmadiyah, kapanpun dan dimanapun mereka dianggap murtad.
Paham kenabian Jemaat Ahmadiyah ini tidak berdiri sendiri dan lepas dari pemamahan mereka terhadap ayat-ayat kenabian yang ada di dalam kitab suci Al-Quran. Karena Ahmadiyah bukan agama baru dan mereka tetap menjadikan ayat Al-Quran sebagai sumber keagamaan dan paham keagamaan yang mereka kembangkan. Selain hadits Rasulullah saw., jamaat Ahmadiyah mendirikan organisasi keagamaan ini dengan maksud dan sebab tertentu dan mereka punya kepercayaan tentang khataman nubuwat, malaikat, keselamatan (najat), hadits, takhali dan jihad. Semua paham dan kepercayaan ini didasari dengan ayat-ayat Al-Quran dan hadits Rasulullah saw.
Untuk melihat pemahaman khataman nubuwat yang sangat kontroversial tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang teologi kenabian jemaat Ahmadiyah di Indonesia dengan obyek penelitian pemahaman Jemaat Ahmadiyah (JAI) terhadap ayat-ayat kenabian yang ditafsirkan dalam tafsir Saghir karya Hazrat Mirza Ahmad Khalifatul Masih II. Melalui penelitian ini diharapkan dapat ditelusuri akar pemahaman Jemaat Ahmadiyah Indonesia terhadap ajaran khataman nubuwat yang telah memicu pertentangn yang berimplikasi terhadap kemunculan Ahmadiyah sebagai organisasi keagamaan.
B.       SIGNIFIKASI PENELITIAN
Jemaat Ahmadiyah Indonesia, baik jemaat Ahmadiyah Qodyan maupun Lahore tumbuh dan berkembang secara dinamis. Organisasi keagamaan ini atau sekte agama ini sudah tersebar di belahan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka eksis dan terus memperluas wilayah dakwah keagamaan yang telah menjadi paham-paham keagamaan mereka, bahkan mereka sangat kaya dengan literatur keagamaan. Hubungan mereka secara Internasional dengan negara-negara tempat tumbuh dan berkembangnya ajaran Ahmadiyah sangat baik dan maju. Jaringan komunikasi dakwah yang mereka kembangkan sangat laris dan mutakhir, jemaat ini telah mampu menunjukkan kebesaran organisasi mereka.
Di Indonesia jemaat Ahmadiyah dituduh sebagai jemaat yang sesat-menyesatkan, mereka dituduh melakukan penodaan terhadap ajaran agama Islam dan melakukan pendangkalan aqidah serta menghancurkan syariat Islam, bahkan oleh sebagian mereka dianggap murtad dan dan halal darahnya. Salah satu paham keagamaan kontroversial jemaat Ahmadiyah Indonesia yang menimbulkan kemarahan dan kebencian masyarakat dan diklaim sebagai jemaat yang sesat dan menyesatkan adalah paham tentang teologi kenabian, yaitu persoalan khataman nubuwat, masih ada nabi sesudah nabi Muhammad saw.. Orang-orang Ahmadiyah dianggap masih mempercayai Mirza Ghulam Ahmad yang masih menerima wahyu dan akhir namanya selalu ada sebutan a.s. (alaihi as-salam). Paham ini dianggap bertentangan dengan aqidah Islam yang meyakini bahwa nabi terakhir adalah nabi Muhammad saw. dan Muhammad merupakan nabi penutup (khataman al-nabiyyiin), tidak ada lagi nabi sesudah nabi Muhammad.
C.    TELAAH PUSTAKA
Jemaat Ahmadiyah sejak berdirinya (1889) dalam skala Internasional telah berkembang pesat di beberapa negara. Jemaat ini telah menunjukkan eksistensi dirinya sebagai sebuah organisasi yang kuat dan mapan. Baik manajemen organisasi, maupun pendanaan. Dalam dakwah dan penyiaran agama mereka telah memiliki Moslem Television Ahmadiyah Internasional (MTAI) yang berpusat di London.
Jemaat Ahmadiyah kaya akan literatur keagamaan dan penelitian. Para Mubaligh  Ahmadiyah dalam penyebaran dakwahnya selalu diikuti dengan penulisan buku-buku yang terkait dengan pemahaman-pemahaman keagamaan yang dikembangkan dalam jemaat Ahmadiyah, buku-buku terbitan dalam bahasa Arab, Inggris, India, dan bahasa-bahasa asing lainnya oleh jemaat Ahmadiyah Indonesia diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
Masalah teologi kenabian jemaat Ahmadiyah di Indonesia telah banyak ditulis oleh kalangan jemaat Ahmadiyah sendiri. Sampai saat ini penulis belum menemukan penelitian dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan masalah teologi kenabian yang dilakukan dan ditulis oleh penulis dari luar Ahmadiyah. Budi Munawwar Rahman, sebagai seorang staf redaksi dalam Ulumul Qur’an No. 4 Vol. 1. 1990/1410 H. sekelumit menulis pada kolom tulisan Djohan Efendi, Ahmadiyah Qodiyah di Desa Maniz Los dengan judul tentang teologi kenabian. Tulisan suplemen ini hanya menggambarkan tentang konsep khataman al-nabiyyin (penutup para nabi) sebagai sebuah konsep yang memang bisa ditafsirkan dalam berbagai cara, belum terfokus pada pemahaman, masih ada nabi sesudah nabi Muhammad sebagai khataman al-nabiyyin.
Secara singkat juga ditulis oleh Iskandar Zulkarnain, “Gerakan Ahmadiyah di Indonesia”. Dalam buku ini dijelaskan bahwa kelompok Qadiyan memiliki tiga klasifikasi tentang konsep nubuwwah ini, yaitu: (1) Nabi Shahib al-Syariah wa Mustaqil. Nabi shahib al-syariah adalah nabi yang membawa risalat kenabian beserta syariat untuk umat manusia secara umum, sedangkan nabi mustaqil adalah nabi yang membawa aturan syariah yang tidak disamakan dengan nabi generasi sebelumnya. Contoh nabi dalam kelompok ini adalah seperti Musa as dan Muhammad saw; (2) Nabi Mustaqil Ghairu al-Tasyri, yaitu nabi yang menerimawahyu dari Tuhan, namun tidak membawa syariat baru. Nabi golongan ini hanya bertugas meneruskan syariat yang telah disampaikan oleh nabi sebelumnya. Contoh nabi di kelompok ini adalah seperti nabi Harun as, Daud as, Sulaiman as, Yahya, as, Zakaria as, dan Isa as; (3) Nabi Zhilli Ghair al-Tasyri, yaitu nabi yang mendapat anugerah dari Tuhan semata-mata karena mematuhi nabi sebelumnya dan juga mematuhi syariatnya. Ia juga tidak mendapatkan mandate berupa syariat baru, akan tetapi ia hanya meneruskan syariat sebelumnya. Nabi seperti kategori ini hanya muncul dari umat Muhammad saw, bukan dari kelompok sebelumnya. Ghulam Ahmad diklaim oleh kelompok Qadiyan sebagai nabi dalam kategori Zhilli Ghair al-Tasyri’.[4]
Dari telaah pustaka tersebut di atas, dapat diketahui bahwa belum ada penelitian secara khusus tentang masalah teologi kenabian jemaat Ahmadiyah di Indonesia terutama penelitian yang difokuskan pada penafsiran ayat-ayat kenabian yang belum ada di dalam kitab suci Al-Qur’an yang ditafsirkan oleh jemaat Ahmadiyah Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian sehingga diketahui bagaimana jemaat Ahmadiyah menafsirkan ayat-ayat tentang kenabian yang dimaksud dan secara akademik bagaimana mereka mendasari penafsiran tersebut. Sebab pemahaman teologi kenabian jemaat Ahmadiyah tidak lepas dari akar pemahaman terhadap ayat-ayat kenabian yang ada di dalam kitab suci Al-Qur’an. Apa yang melatarbelakangi penafsiran sehingga muncul pemahaman masih ada nabi sesudah nabi Muhammad saw. sebagai khataman al-nabiyyin.
D.    FOKUS PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan terfokus pada teologi kenabian jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dengan objek penelitian penafsiran-penafsiran Ahmadiyah terhadap ayat-ayat kenabian yang ada di dalam kitab suci Al-Qur’an. Penafsiran-penafsiran tersebut difokuskan pada penafsiran yang ada di dalam kitab Tafsir Saghir karya Hazrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a Khalifatul Masih II. Kitab tafsir ini di Indonesia diterbitkan dalam edisi bahasa Indonesia dengan judul AL-QUR’AN TERJEMAHAN DAN TAFSIR SINGKAT. Namun penerbitan yang dilakukan oleh jemaat Ahmadiyah Indonesia ini tidak hanya diterjemahkan dari tafsir saghir saja, tetapi diambil sebagian dari THE HOLY QUR’AN WITH ENGLISH TRANSLATION AND COMMENTARY, suntingan Malik Ghulam Farid.
Dengan fokus penelitian tersebut diharapkan penelitian ini dapat menelusuri akar pemahaman kenabian yang dipahami oleh jemaat Ahmadiyah Indonesia. Pada kenyataannya jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam memahami dan mempertahankan teologi kenabian selalu merujuk dan berargumentasi dengan ayat-ayat kenabian yang ada di dalam kitab Al-Qur’an.
Namun demikian, karena wacana teologi kenabian Ahmadiyah sudah berkembang pesat dan sudah menjadi wacana publik, penelitian ini tidak mengabaikan pengaruh faktor-faktor lain yang terkait dengan kenabian Ahmadiyah tersebut di sisi lain diasumsikan juga pemahaman-pemahaman terhadap hadits-hadits nabi tentang kenabian dan pemikiran-pemikiran tentang kenabian yang dikembangkan oleh jemaat Ahmadiyah Indonesia.
E.     TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini penting dilakukan, karena masyarakat masih apriory terhadap Ahmadiyah sebagai organisasi keagamaan. Keberadaan mereka diberbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mendapat resistensi dari masyarakat. Mereka dijauhi, bahkan ditolak dan dimusuhi. Permusuhan terhadap Ahmadiyah bahkan cenderung berutal dan anarkis, karena mereka sudah dianggap murtad. Kasus 15 Juli 2005 di kampus Al-mabrus Depok mengindikasikan kenyataan tersebut. Bahkan wacana, kritikan, dan nuansa permusuhan bermunculan di media cetak maupun elektronik.
Sikap apriory masyarakat terhadap Ahmadiyah fokus pada paham kontroversial kenabian (khataman nubuwat), pemahaman masih ada nabi sesudah nabi Muhammad saw.. Namun lebih jauh di masyarakat belum mengetahui bagaimana pemahaman kenabian itu dan bagaimana mereka memahami ayat-ayat kenabian di dalam kitab suci Al-Qur’an, atas dasar ini maka penelitian ini bertujuan:
1.    Untuk mengetahui bagaimana pemahaman kenabian menurut jemaat Ahmadiyah Indonesia
2.    Untuk mengetahui bagaimana jemaat Ahmadiyah memahami ayat-ayat kenabian dalam Al-Qur’an yang tertuang dalam kitab Tafsir al Saghir.
Adapun manfaat penelitian yang diinginkan adalah:
1.    Untuk menjelaskan secara teoritis proses penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengan khataman al-nabiyyin dikalangan jemaat Ahmadiyah.
2.    Untuk menambah wawasan keilmuan tentang Ahmadiyah dalam memahami dan menyebarkan paham-paham kenabian.
3.    Untuk memperkaya khazanah keilmuan tentang Ahmadiyah sebagai sebuah organisasi keagamaan dalam memahami agama.
F.     METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan pustaka (library research) dengan fokus utamanya kitab tafsir al-saghir karya salah seorang khalifah jemaat Ahmadiyah Hazrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a. Khalifatul Masih II yang terdiri dari tiga jilid. Ayat-ayat yang akan diteliti ialah ayat-ayat tentang kenabian terutama ayat-ayat yang membicarakan masalah khataman nabiyyin. Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang dianggap sebagai nabi yang tidak membawa syariat dan menerima wahyu dari Allah swt..
Untuk meneliti penafsiran ayat-ayat tentang kenabian dalam tafsir     al-saghir tersebut metode yang digunakan adalah metode tematis (maudhu’i) dengan pendekatan teologis. Metode dan pendekatan ini dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk mengetahui metode, aliran, dan corak tafsir            al-saghir, jemaat Ahmadiyah, yang menganggap Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai nabi yang tidak membawa syariat dan menerima wahyu dari Allah. Terhadap penafsiran ayat-ayat yang diberikan terhadap ayat-ayat kenabian dianggap sebagai legitimasi terhadap doktrin teologi kenabian jemaat Ahmadiyah.
Right Arrow: Pengakuan Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai pemnerima wahyu dan nabi (1835-1908)Secara skematis gambaran penafsiran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:


Oval: Tafsir Al-Saghir Mirza Basyiruddin Ahmad Mahmud (1889-1965)
 





Sebagaimana diketahui, bahwa Mirza Ghulam Ahmad a.s. tidak pernah menulis buku tafsir. Penafsiran ayat-ayat kenabian yang ditafsirkan oleh Mirza Basyiruddin yang berkaitan dengan khataman nabiyyin untuk melegitimasi pengakuan orang tuanya sebagai seorang nabi dan mempertahankan doktrin kenabian yang akan dikembangkan dalam jemaat Ahmadiyah. Untuk mendalami penelitian ini, selain terfokus pada kitab tafsir al-saghir digunakan juga pendekatan historis, karena Ahmadiyah sebagai organisasi keagamaan dan sekte agama muncul dan telah berkembang dalam rentangan waktu dan berada di dalam wilayah Dunia. Untuk itu penelitian ini juga ditelusuri melalui literatur-literatur rujukan Ahmadiyah yang berkembang di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan masalah kenabian.

  G.    DAFTAR RUJUKAN
Fokus penelitian ini adalah teologi kenabian jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dengan objek penelitian penafsiran dan pemahaman ayat-ayat kenabian dalam tafsir al-saghir karya Mirza Ghulam Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a. Khalifatul Masih II. Maka disamping buku tafsir tersebut digunakan juga literatur-literatur yang terkait dengan masalah-masalah penelitian, antara lain:
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Apakah Ahmadiyah itu?, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1996
Muhammad Sadiq, H.A. Analisa tentang Khataman Nabiyyin, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1999
M. Ahmad Nuruddin, Masalah-masalah Kenabian, jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1999
H.M. Ahmad Chechma, H.A. Sy., Khilafat telah Berdiri I, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2004
Mirza Ghulam Ahmad a.s., Filsafat Ajaran Islam, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2001
Nu-ud-Din, Ahmadi Muslim, PB. Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1989
            , Nasehat Imam Mahdi dan Masih Mahmud a.s., Mengenai Bai’at, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1999
Panitiaan peringatan seabad gerhana bulan dan gerhana matahari, Souvenir Peringatan Seabad Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1994
Keinginan jemaat Ahmadiyah Indonesia, Penjelasan Jemaat Ahmadiyah di Indonesia, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2001
            , Al-Masih di Hindustan, Ahli Sunnah Menjawab Ahmadiyah dalam Masalah Kenabian, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2001
Fauzy said Thaa, Ahmadiyah dalam Persoalan Al-Ma’arif, Bandung 1981
K.M.A. Nazaruddin, Imam Mahdi dalam Al-Qur’an dan Injil, Bintang Tsurrayya, Bogor, 1994
Zulkarnain, Iskandar, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, LkiS, Yogyakarta, 2005
Ahmad Cheema, Mahmud, Tiga Masalah Penting, Jemaat Ahmadiyah Indonesia Hajaruddin, Bogor, 2004
Nuruddin, Ahmad, Masalah Kenabian, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1998
Rahmat, Ali, Beberapa Segi Masyarakat Islam, Yayasan Wisma Damai, 1999

 

[1]Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia (Yogyakarta: LKiS, 2005), hlm. 1.
[2]Azumardi Azra, "Pengantar" dalam Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia (Yogyakarta: LKiS, 2005), hlm. X
[3] Paham ini menjadi masalah dan cukup memicu protes masyarakat dan klimaksnya pada hari jumat tanggal 10 Juli 2005 yang alu terjadi peperangan dan pengrusakan dengan cara anarkis terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang sedang menggelar perhelatan dan acara pertemuan tahunan dan silaturrahmi di kampus Al-Mubarak Permai, Bogor, Jawa Barat.
[4] Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2005), hlm. 102-104

1 komentar: