Proposal Penelitian Kelompok
TEOLOGI KENABIAN JEMAAT AHMADIYAH DI INDONESIA
Studi terhadap Penafsiran ayat-ayat Kenabian Tafsir
Saghir
Tim Peneliti:
1. Prof. Dr. H. Rohimin, M. Ag
2. Ridho Syabibi, M. Ag
3. Wira Hadikusuma, M. Si
TEOLOGI KENABIAN JEMAAT AHMADIYAH DI INDONESIA
Studi terhadap Penafsiran ayat-ayat Kenabian
Tafsir Saghir
A.
PENDAHULUAN
Islam
di bawa Muhammad saw. kepada manusia dengan misi untuk menyelamatkan kehidupan
manusia itu sendiri, baik di dunia maupun di akhirat. Untuk mencapai tujuan
tersebut, Islam dilengkapi dengan doktrin teologis yang menjadi standar
keyakinan bagi pemeluknya. Islam juga memiliki aturan tentang sistem
perilaku sosial antara sesama manusia dan lingkungannya yang biasa disebut
dengan fikih. Islam juga memiliki sistem etika yang menjelaskan persoalan norma
etis interaksi antar manusia, lingkungan dan Tuhan.
Pasca
mangkatnya Muhammad saw, umat Islam kemudian dihadapkan pada problem dimana
sosok yang menjadi tempat bertanya, berguru dan berislam telah wafat, sedang di
satu sisi problematika kehidupan terus berkembang dan memerlukan solusi. Tema
ketauhidan dan politik kenegaraan (khilafah) kemudian muncul ke
permukaan menjadi bahan perdebatan. Muncullah beberapa kelompok atau sekte
dalam Islam yang berupaya memberikan penjelasan tentang persoalan doktrinal dan
khilafah tersebut. Lahirlah kelompok seperti Jabariyah, Qodariyah, Murjiah,
Syiah Muktazilah, Khawarij serta sekte-sekte lain yang kemudian mengisi
khazanah peradaban Islam klasik.
Ahmadiyah adalah sebagai
sebuah gerakan keagamaan yang lahir di India pada akhir abad ke-19 dengan latar
belakang kemunduran umat Islam di India di bidang politik, ekonomi, sosial dan
bidang kehidupan lainnya, terutama setelah pecahnya revolusi India tahun 1857
yang berakhir dengan kemenangan Inggris yang terpenting di Asia.[1] Gerakan
Ahmadiyah menekankan aspek-aspek idiologis-eskatologis karena gerakan ini
bersifat mahdistik dengan keyakinan bahwa al-Mahdi dipandang sebagai
"hakim pengislah" atau "juru damai". Menurut keyakinannya,
al-Mahdi mempunyai tugas untuk mempersatukan kembali perpecahan umat Islam baik
di bidang akidah maupun syariah. Ahmadiyah berharap agar umat Islam bersatu seperti
pada zaman Nabi Muhammad Saw, dan lebih dari itu, al-Mahdi juga diyakini
bertujuan mempersatukan kembali semua agama, terutama agama Nasrani dan Hindu,
agar melebur ke dalam Islam.[2]
Perkembangan
Ahmadiyah di Indonesia cukup pesat, sehingga dapat memicu berbagai persoalan.
Salah satu faham kontroversial Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang
berkembang dalam masyarakat adalah faham kenabian.[3] Masyarakat beranggapan
bahwa Jamaat Ahmadiyah Indonesia mengaku bahwa masih ada nabi sesudah nabi
Muhammad saw., sebagai khataman nubuwat dan paham ini menurut mereka
Ahmadiyah dianggap sebagai organisasi keagamaan yang sesat dan menyesatkan
agama Islam. Paham yang dikembangkan jemaat Ahmadiyah merupakan pelecehan,
penodaan, penghinaan terhadap Islam, itulah sebabnya ditengah-tengah masyarakat
berkembang pula paham bahwa darah
Ahmadiyah itu halal dan wajib hukumnya menolak ajaran Ahmadiyah, kapanpun dan
dimanapun mereka dianggap murtad.
Paham kenabian Jemaat
Ahmadiyah ini tidak berdiri sendiri dan lepas dari pemamahan mereka terhadap ayat-ayat
kenabian yang ada di dalam kitab suci Al-Quran. Karena Ahmadiyah bukan agama
baru dan mereka tetap menjadikan ayat Al-Quran sebagai sumber keagamaan dan
paham keagamaan yang mereka kembangkan. Selain hadits Rasulullah saw., jamaat
Ahmadiyah mendirikan organisasi keagamaan ini dengan maksud dan sebab tertentu
dan mereka punya kepercayaan tentang khataman nubuwat, malaikat,
keselamatan (najat), hadits, takhali dan jihad. Semua paham dan
kepercayaan ini didasari dengan ayat-ayat Al-Quran dan hadits Rasulullah saw.
Untuk melihat
pemahaman khataman nubuwat yang sangat kontroversial tersebut penulis
tertarik untuk meneliti tentang teologi kenabian jemaat Ahmadiyah di Indonesia
dengan obyek penelitian pemahaman Jemaat Ahmadiyah (JAI) terhadap ayat-ayat
kenabian yang ditafsirkan dalam tafsir Saghir karya Hazrat Mirza Ahmad
Khalifatul Masih II. Melalui penelitian ini diharapkan dapat ditelusuri akar
pemahaman Jemaat Ahmadiyah Indonesia terhadap ajaran khataman nubuwat
yang telah memicu pertentangn yang berimplikasi terhadap kemunculan Ahmadiyah
sebagai organisasi keagamaan.
B. SIGNIFIKASI PENELITIAN
Jemaat Ahmadiyah
Indonesia, baik jemaat Ahmadiyah Qodyan maupun Lahore tumbuh dan berkembang secara
dinamis. Organisasi keagamaan ini atau sekte agama ini sudah tersebar di
belahan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka eksis dan
terus memperluas wilayah dakwah keagamaan yang telah menjadi paham-paham
keagamaan mereka, bahkan mereka sangat kaya dengan literatur keagamaan.
Hubungan mereka secara Internasional dengan negara-negara tempat tumbuh dan
berkembangnya ajaran Ahmadiyah sangat baik dan maju. Jaringan komunikasi dakwah
yang mereka kembangkan sangat laris dan mutakhir, jemaat ini telah mampu
menunjukkan kebesaran organisasi mereka.
Di Indonesia jemaat
Ahmadiyah dituduh sebagai jemaat yang sesat-menyesatkan, mereka dituduh
melakukan penodaan terhadap ajaran agama Islam dan melakukan pendangkalan
aqidah serta menghancurkan syariat Islam, bahkan oleh sebagian mereka dianggap murtad
dan dan halal darahnya. Salah satu paham keagamaan kontroversial jemaat
Ahmadiyah Indonesia yang menimbulkan kemarahan dan kebencian masyarakat dan
diklaim sebagai jemaat yang sesat dan menyesatkan adalah paham tentang teologi
kenabian, yaitu persoalan khataman nubuwat, masih ada nabi sesudah nabi
Muhammad saw.. Orang-orang Ahmadiyah dianggap masih mempercayai Mirza Ghulam
Ahmad yang masih menerima wahyu dan akhir namanya selalu ada sebutan a.s. (alaihi
as-salam). Paham ini dianggap bertentangan dengan aqidah Islam yang meyakini
bahwa nabi terakhir adalah nabi Muhammad saw. dan Muhammad merupakan nabi
penutup (khataman al-nabiyyiin), tidak ada lagi nabi sesudah nabi
Muhammad.
C. TELAAH PUSTAKA
Jemaat Ahmadiyah
sejak berdirinya (1889) dalam skala Internasional telah berkembang pesat di
beberapa negara. Jemaat ini telah menunjukkan eksistensi dirinya sebagai sebuah
organisasi yang kuat dan mapan. Baik manajemen organisasi, maupun pendanaan.
Dalam dakwah dan penyiaran agama mereka telah memiliki Moslem Television
Ahmadiyah Internasional (MTAI) yang berpusat di London.
Jemaat Ahmadiyah
kaya akan literatur keagamaan dan penelitian. Para Mubaligh Ahmadiyah dalam penyebaran dakwahnya selalu
diikuti dengan penulisan buku-buku yang terkait dengan pemahaman-pemahaman
keagamaan yang dikembangkan dalam jemaat Ahmadiyah, buku-buku terbitan dalam
bahasa Arab, Inggris, India, dan bahasa-bahasa asing lainnya oleh jemaat
Ahmadiyah Indonesia diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
Masalah teologi
kenabian jemaat Ahmadiyah di Indonesia telah banyak ditulis oleh kalangan
jemaat Ahmadiyah sendiri. Sampai saat ini penulis belum menemukan penelitian
dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan masalah teologi kenabian yang
dilakukan dan ditulis oleh penulis dari luar Ahmadiyah. Budi Munawwar Rahman,
sebagai seorang staf redaksi dalam Ulumul Qur’an No. 4 Vol. 1. 1990/1410 H.
sekelumit menulis pada kolom tulisan Djohan Efendi, Ahmadiyah Qodiyah di
Desa Maniz Los dengan judul tentang teologi kenabian. Tulisan
suplemen ini hanya menggambarkan tentang konsep khataman al-nabiyyin
(penutup para nabi) sebagai sebuah konsep yang memang bisa ditafsirkan dalam
berbagai cara, belum terfokus pada pemahaman, masih ada nabi sesudah nabi
Muhammad sebagai khataman al-nabiyyin.
Secara singkat juga
ditulis oleh Iskandar Zulkarnain, “Gerakan
Ahmadiyah di Indonesia”. Dalam buku ini dijelaskan bahwa kelompok
Qadiyan memiliki tiga klasifikasi tentang konsep nubuwwah ini, yaitu:
(1) Nabi Shahib al-Syariah wa Mustaqil. Nabi
shahib al-syariah adalah nabi yang membawa risalat
kenabian beserta syariat untuk umat manusia secara umum, sedangkan nabi
mustaqil adalah nabi yang membawa aturan syariah yang tidak disamakan
dengan nabi generasi sebelumnya. Contoh nabi dalam kelompok ini adalah seperti
Musa as dan Muhammad saw; (2) Nabi Mustaqil Ghairu al-Tasyri, yaitu
nabi yang menerimawahyu dari Tuhan, namun tidak membawa syariat baru. Nabi
golongan ini hanya bertugas meneruskan syariat yang telah disampaikan oleh nabi
sebelumnya. Contoh nabi di kelompok ini adalah seperti nabi Harun as, Daud as,
Sulaiman as, Yahya, as, Zakaria as, dan Isa as; (3) Nabi Zhilli Ghair al-Tasyri, yaitu nabi yang mendapat
anugerah dari Tuhan semata-mata karena mematuhi nabi sebelumnya dan juga
mematuhi syariatnya. Ia juga tidak mendapatkan mandate
berupa syariat baru, akan tetapi ia hanya meneruskan syariat sebelumnya. Nabi
seperti kategori ini hanya muncul dari umat Muhammad saw, bukan dari kelompok
sebelumnya. Ghulam Ahmad diklaim oleh kelompok Qadiyan sebagai nabi dalam kategori Zhilli
Ghair al-Tasyri’.[4]
Dari telaah pustaka
tersebut di atas, dapat diketahui bahwa belum ada penelitian secara khusus
tentang masalah teologi kenabian jemaat Ahmadiyah di Indonesia terutama
penelitian yang difokuskan pada penafsiran ayat-ayat kenabian yang belum ada di
dalam kitab suci Al-Qur’an yang ditafsirkan oleh jemaat Ahmadiyah Indonesia.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian sehingga diketahui bagaimana jemaat
Ahmadiyah menafsirkan ayat-ayat tentang kenabian yang dimaksud dan secara
akademik bagaimana mereka mendasari penafsiran tersebut. Sebab pemahaman
teologi kenabian jemaat Ahmadiyah tidak lepas dari akar pemahaman terhadap
ayat-ayat kenabian yang ada di dalam kitab suci Al-Qur’an. Apa yang
melatarbelakangi penafsiran sehingga muncul pemahaman masih ada nabi sesudah
nabi Muhammad saw. sebagai khataman al-nabiyyin.
D. FOKUS PENELITIAN
Penelitian ini
dilakukan terfokus pada teologi kenabian jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)
dengan objek penelitian penafsiran-penafsiran Ahmadiyah terhadap ayat-ayat
kenabian yang ada di dalam kitab suci Al-Qur’an. Penafsiran-penafsiran tersebut
difokuskan pada penafsiran yang ada di dalam kitab Tafsir Saghir karya
Hazrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a Khalifatul Masih II. Kitab tafsir ini
di Indonesia diterbitkan dalam edisi bahasa Indonesia dengan judul AL-QUR’AN
TERJEMAHAN DAN TAFSIR SINGKAT. Namun penerbitan yang dilakukan oleh jemaat
Ahmadiyah Indonesia ini tidak hanya diterjemahkan dari tafsir saghir
saja, tetapi diambil sebagian dari THE HOLY QUR’AN WITH ENGLISH TRANSLATION AND
COMMENTARY, suntingan Malik Ghulam Farid.
Dengan fokus
penelitian tersebut diharapkan penelitian ini dapat menelusuri akar pemahaman
kenabian yang dipahami oleh jemaat Ahmadiyah Indonesia. Pada kenyataannya
jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam memahami dan mempertahankan teologi kenabian
selalu merujuk dan berargumentasi dengan ayat-ayat kenabian yang ada di dalam kitab
Al-Qur’an.
Namun demikian,
karena wacana teologi kenabian Ahmadiyah sudah berkembang pesat dan sudah
menjadi wacana publik, penelitian ini tidak mengabaikan pengaruh faktor-faktor
lain yang terkait dengan kenabian Ahmadiyah tersebut di sisi lain diasumsikan
juga pemahaman-pemahaman terhadap hadits-hadits nabi tentang kenabian dan
pemikiran-pemikiran tentang kenabian yang dikembangkan oleh jemaat Ahmadiyah
Indonesia.
E. TUJUAN DAN MANFAAT
PENELITIAN
Penelitian ini
penting dilakukan, karena masyarakat masih apriory terhadap Ahmadiyah
sebagai organisasi keagamaan. Keberadaan mereka diberbagai wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mendapat resistensi dari masyarakat. Mereka
dijauhi, bahkan ditolak dan dimusuhi. Permusuhan terhadap Ahmadiyah bahkan
cenderung berutal dan anarkis, karena mereka sudah dianggap murtad.
Kasus 15 Juli 2005 di kampus Al-mabrus Depok mengindikasikan kenyataan
tersebut. Bahkan wacana, kritikan, dan nuansa permusuhan bermunculan di media
cetak maupun elektronik.
Sikap apriory
masyarakat terhadap Ahmadiyah fokus pada paham kontroversial kenabian (khataman
nubuwat), pemahaman masih ada nabi sesudah nabi Muhammad saw.. Namun lebih
jauh di masyarakat belum mengetahui bagaimana pemahaman kenabian itu dan
bagaimana mereka memahami ayat-ayat kenabian di dalam kitab suci Al-Qur’an,
atas dasar ini maka penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui bagaimana
pemahaman kenabian menurut jemaat Ahmadiyah Indonesia
2. Untuk mengetahui bagaimana
jemaat Ahmadiyah memahami ayat-ayat kenabian dalam Al-Qur’an yang tertuang
dalam kitab Tafsir al Saghir.
Adapun manfaat penelitian
yang diinginkan adalah:
1. Untuk menjelaskan secara
teoritis proses penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengan khataman
al-nabiyyin dikalangan jemaat Ahmadiyah.
2. Untuk menambah wawasan
keilmuan tentang Ahmadiyah dalam memahami dan menyebarkan paham-paham kenabian.
3. Untuk memperkaya khazanah
keilmuan tentang Ahmadiyah sebagai sebuah organisasi keagamaan dalam memahami
agama.
F. METODE PENELITIAN
Penelitian ini
merupakan pustaka (library research) dengan fokus utamanya kitab tafsir al-saghir
karya salah seorang khalifah jemaat Ahmadiyah Hazrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad
r.a. Khalifatul Masih II yang terdiri dari tiga jilid. Ayat-ayat yang akan
diteliti ialah ayat-ayat tentang kenabian terutama ayat-ayat yang membicarakan
masalah khataman nabiyyin. Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang dianggap sebagai
nabi yang tidak membawa syariat dan menerima wahyu dari Allah swt..
Untuk meneliti
penafsiran ayat-ayat tentang kenabian dalam tafsir al-saghir tersebut metode yang
digunakan adalah metode tematis (maudhu’i) dengan pendekatan teologis.
Metode dan pendekatan ini dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk mengetahui
metode, aliran, dan corak tafsir al-saghir, jemaat Ahmadiyah,
yang menganggap Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai nabi yang tidak membawa syariat
dan menerima wahyu dari Allah. Terhadap penafsiran ayat-ayat yang diberikan
terhadap ayat-ayat kenabian dianggap sebagai legitimasi terhadap doktrin
teologi kenabian jemaat Ahmadiyah.
![Right Arrow: Pengakuan Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai pemnerima wahyu dan nabi (1835-1908)](file:///C:/Users/HP/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.gif)
![]() |
Sebagaimana
diketahui, bahwa Mirza Ghulam Ahmad a.s. tidak pernah menulis buku tafsir.
Penafsiran ayat-ayat kenabian yang ditafsirkan oleh Mirza Basyiruddin yang
berkaitan dengan khataman nabiyyin untuk melegitimasi pengakuan orang
tuanya sebagai seorang nabi dan mempertahankan doktrin kenabian yang akan
dikembangkan dalam jemaat Ahmadiyah. Untuk mendalami penelitian ini, selain
terfokus pada kitab tafsir al-saghir digunakan juga pendekatan historis,
karena Ahmadiyah sebagai organisasi keagamaan dan sekte agama muncul dan
telah berkembang dalam rentangan waktu dan berada di dalam wilayah Dunia. Untuk
itu penelitian ini juga ditelusuri melalui literatur-literatur rujukan
Ahmadiyah yang berkembang di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan masalah
kenabian.
G. DAFTAR RUJUKAN
Fokus penelitian
ini adalah teologi kenabian jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dengan objek
penelitian penafsiran dan pemahaman ayat-ayat kenabian dalam tafsir al-saghir
karya Mirza Ghulam Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a. Khalifatul Masih II. Maka
disamping buku tafsir tersebut digunakan juga literatur-literatur yang terkait
dengan masalah-masalah penelitian, antara lain:
Mirza Basyiruddin Mahmud
Ahmad, Apakah Ahmadiyah itu?, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1996
Muhammad Sadiq,
H.A. Analisa tentang Khataman Nabiyyin, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1999
M. Ahmad Nuruddin,
Masalah-masalah Kenabian, jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1999
H.M. Ahmad
Chechma, H.A. Sy., Khilafat telah Berdiri I, Jemaat Ahmadiyah Indonesia,
2004
Mirza Ghulam Ahmad
a.s., Filsafat Ajaran Islam, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2001
Nu-ud-Din, Ahmadi
Muslim, PB. Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1989
, Nasehat Imam Mahdi dan Masih Mahmud a.s., Mengenai Bai’at, Jemaat
Ahmadiyah Indonesia, 1999
Panitiaan
peringatan seabad gerhana bulan dan gerhana matahari, Souvenir Peringatan
Seabad Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1994
Keinginan jemaat
Ahmadiyah Indonesia, Penjelasan Jemaat Ahmadiyah di Indonesia, Jemaat
Ahmadiyah Indonesia, 2001
, Al-Masih di Hindustan, Ahli Sunnah Menjawab Ahmadiyah dalam Masalah
Kenabian, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2001
Fauzy said Thaa, Ahmadiyah
dalam Persoalan Al-Ma’arif, Bandung 1981
K.M.A. Nazaruddin,
Imam Mahdi dalam Al-Qur’an dan Injil, Bintang Tsurrayya, Bogor, 1994
Zulkarnain,
Iskandar, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, LkiS, Yogyakarta, 2005
Ahmad Cheema, Mahmud,
Tiga Masalah Penting, Jemaat Ahmadiyah Indonesia Hajaruddin, Bogor, 2004
Nuruddin, Ahmad, Masalah
Kenabian, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1998
Rahmat, Ali, Beberapa
Segi Masyarakat Islam, Yayasan Wisma Damai, 1999
[1]Iskandar
Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia (Yogyakarta: LKiS, 2005),
hlm. 1.
[2]Azumardi
Azra, "Pengantar" dalam Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di
Indonesia (Yogyakarta: LKiS, 2005), hlm. X
[3] Paham ini menjadi masalah dan cukup memicu protes masyarakat dan klimaksnya
pada hari jumat tanggal 10 Juli 2005 yang alu terjadi peperangan dan
pengrusakan dengan cara anarkis terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang sedang
menggelar perhelatan dan acara pertemuan tahunan dan silaturrahmi di kampus
Al-Mubarak Permai, Bogor, Jawa Barat.